Jumat, 14 Desember 2018

Analisis Anggo-Anggo Ari Mombesara “Senandung atau Nyanyian-Nyanyian Dalam Peletakan Adat Suku Tolaki”


PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sastra Daerah merupakan aset kebudayaan yang harus dipelihara dan dikembangkan. Hal ini disebabkan karena sastra daerah adalah rekaman cita, rasa, dan karsa masyarakatnya, usaha pembinaan dan pengembangan kebudayaan daerah tidak dapat dilepaskan dari upaya penggalian sumber-sumber kebudayaan daerah. Dalam rangka memberikan corak dan karakteristik kepribadian daerah sebagai gambaran yang berlangsung dan terseleksi secara turun-temurun meski diadakan sebagai bahan pertimbangan dalam menjalankan otonomi daerah. Sastra Daerah adalah warisan leluhur bangsa Indonesia yang mengandung nilai-nilai  budaya, falsafah, religious, etnis moral, norma-norma tata krama disepanjang kehidupan kita.
Anggo termasuk dalam bentuk pantun yang berarti senandung atau puisi rakyat yang dinyanyikan. Moanggo merupakan salah satu bentuk sastra lisan masyarakat tolaki yang biasa disampaikan dengan saling berbalas-balasan secara berkelompok misalnya dari kelompok laki-laki dan perempuan atau juga dalam berbentuk monolog (perorangan). Moanggo pada mulanya adalah senandung atau puisi rakyat yang dinyanyikan , baik pada saat santai dalam keluarga maupun acara-acara adat dalam suku tolaki, seperti pada orang meninggal, pernikahan, pesta panen, dan kegiatan-kegiatan adat lain dalam suku tolaki, yang dinyanyikan oleh juru bicara kedua bela pihak. Kurangnya pemahaman tentang  “Anggo” ini dan untuk memperkenalkan budaya-budaya masyarakat tolaki, menjadi landasan kami sebagai penyusun makalah ini untuk membahas tentang bentuk dan makna senandung-senandung atau anggo-anggo dalam peletakan adat pada suku tolaki.
B.     Rumusan masalah
Analisis bentuk,makna, dan fungsi anggo-anggo dalam peletakan adat tolaki, merupakan rumusan masalah dalam makalah ini yang akan dibahas pada bab berikutnya.



















Anggo-Anggo Ari Mombesara

He……
Tabea Nggomasima, mongoni paramesi
Paramesi mokole, masima anakia
Paramesi inalolo, masima luwuako
He…..
Tabea inggomiu tolea,
Kupondangaoko’o, asondonde iwoi lilimano pongasi,
He….
Iwoi ate pute, iwoi rahi mbenao,
Ato lala’iki, ano nunulaiki,
Ato waraka ako, ato mendidohaki,
Mowawosako o sara, molako’ako peowai,
Tomorini mbu’u mbundi, monapa mbu’u ndawaro,
Hiato inu’ito aulau-launggee.







Terjemahan
“Senandung atau Nyanyian-nyanyian dalam peletakan adat suku tolaki”
He……
Kiranya kami meminta izin
Kepada yang mulia raja
Dan izin kepada semuanya
He…..
Yang kami hormati dari tuan rumah
Kami suguhkan segelas air sebagai pengganti arak
He…..
Air sebagai ungkapan hati nurani yang paling dalam
Supaya terus, dan turun temurun
Supaya kita diberikan kesehatan, dan umur panjang
Dalam menjalankan adat, serta melestarikan adat kebiasaan
Semoga kita sedingin pohon pisang, dan sesejuk pohon sagu
Silahkan langsung diminum.







PEMBAHASAN

Analisis Anggo-Anggo Ari Mombesara “Senandung atau Nyanyian-Nyanyian Dalam Peletakan Adat Suku Tolaki”
Bentuk adalah sesuatu yang terlihat secara lahiriah, yang terdiri dari tipografi (bentuk penulisan) yang meliputi jumlah baris, jumlah suku kata, dan ritme ( irama). Sedangkan makna adalah sesuatu yang tidak terlihat secara lahiriah, merupakan penggambaran secara harfiah dan secara konteks yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia.
I.                    Bentuk penulisan (tipografi)
Bentuk anggo meliputi jumlah baris, jumlah kata, persajakan dan ritme (irama). Anggo  tersebut terdiri dari 3 bait dan 14 larik/ baris dan beberapa suku kata, sedangkan untuk jumlah kata terdiri dari 69 kata dan bersajak bebas yang dapat dilihat jumlah larik dari tiap bait. sedangkan untuk ritme (irama) anggo tersebut akan adalah berirama A-B-C. Tetapi akan terasa bagus bila dinyanyikan sesuai orang yang membawakannya dalam hal ini juru bicara (pabitara). Kalimat pada tiap Bait “Anggo” tersebut mempunyai keterkaitan mulai dari bait pertama sampai bait terakhir.
II.                  Makna dan Nilai-nilai yang Terkandung
Dalam rincian makna moanggo terbagi atas nasehat, agama, sindiran, percintaan, dan puji-pujian. Secara umum makna Anggo tersebut bermakna sebagai ungkapan kepada kedua bela pihak untuk saling hidup rukun dan damai, serta ucapan rasa terima kasih kepada semua pihak, yang telah berbaik hati menerima mereka untuk melaksanakan prosesi adat tersebut. Secara khusus dijelaskan dalam bentuk perbait dan perlarik.
 Pada bait pertama dan kedua merupakan ungkapan yang meminta izin kepada semua petinggi adat dan seluruh masyarakat, serta kepada tuan rumah oleh juru bicara sebelum melaksanakan prosesi upacara adat, dengan menyuguhkan arak dan air sebagai pengganti arak tersebut.
Bait ketiga, larik 1,2, dan 3 merupakan ungkapan yang memaknai bahwa air yang disuguhkan itu mempunyai makna sebagai wujud dari hati yang suci dan bersih, supaya dalam melaksanakan prosesi adat tersebut tidak mempunyai hambatan apapun dan turun temurun dalam melaksanakan adat itu “iwoi ate pute, iwoi rahi mbenao, ato lala’iki, ato waraka ako, ato mendidohaki, mowawosako o sara.” Serta dalam melestarikan kebiasaan itu,  semoga sedingin pohon pisang sesejuk pohon sagu. “molako’ako peowai tomorini mbu’u mbundi, monapa mbu’u ndawaro.”
Kata-kata dalam anggo tersebut memiliki makna yang seuai dengan struktur bahasa, yaitu makna denotatif dan makna konotatif. Makna denotatif merujuk pada makna yang sebenarnya, pengertian dari kata itu sendiri secara harfiah. Sedangkan makna konotatif merupakan makna yang tidak sebenarnya yang dibentuk melalui penggunaan kata kias dan juga dapat penggunaan majas. Dalam anggo tersebut terdapat beberapa majas yakni majas metafora pada baris satu sampai baris kelima bait ketiga, dan majas metonimia pada bait kedua larik kedua.
Secara garis besar nilai-nilai yang terkandung dalam anggo tersebut adalah nilai  kebudayaan yang berhubungan dengan adat kebiasaan, kesenian, dan upacara. Serta nilai estetika yang berhubungan dengan keindahan bahasa dan bunyi bahasa.
III.                Fungsi Anggo
Fungsi anggo merupakan wujud dari fungsi sastra lisan itu sendiri.
1.      Dengan anggo umat manusia khususnya bagi suku tolaki akan mengekspresikan gejolak jiwanya dan renungannya tentang kehidupan.
2.      Dengan anggo dapat mengukuhkan hubungan solidaritas dan menyegarkan pikiran serta perasaan anak pada saat akan tidur dengan nyanyian, kelelahan bekerja ditawari dengan pantun, upacara-upacara adat dan agama disampaikan pidato-pidato adat.
3.      Berfungsi untuk memuji raja, pemimpin-pemimpin, dan orang-orang yang dianggap suci, keramat dan berwibawa oleh pihak pertama.
Dengan kata lain bahwa Anggo mempunyai fungsi yang sangat erat dalam kehidupan masyarakat tolaki pada khususnya dan seluruh rakyat Indonesia pada umumnya untuk mempersatukan bangsa dengan nilai-nilai kebudayaan yang tinggi.















PENUTUP
Dari pembahasan diatas kami dapat membuat kesimpulan, bahwa “anggo” dalam suku tolaki merupakan suatu sastra daerah yang harus dilestarikan, karena dengan “moanggo” akan tercipta sebuah hubungan yang harmonis antar sesama manusia, menyegarkan kembali pikiran-pikiran yang lelah yang diwujudkan dalam bentuk, baik dalam bentuk pantun, nyanyian, pidato-pidato.
Makalah ini sangat sederhana dan masih banyak kekurangan, baik teori maupun system penulisannya untuk itu sebagai penulis, kami sangat mengharapkan tambahan pemikiran untuk kelengkapan pembahasan makalah kami ini.   Demikian semoga makalah yang kami tulis ini bisa menambah wawasan yang berkaitan dengan kesastra daerahan. Atas kritik dan sarannya kami ucapkan terima kasih.













DAFTAR PUSTAKA
Wendy Ratna Dewi. 2009. Sematik Bahasa Indonesia. Klaten: Intan Pariwara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar